Senin, 20 Mei 2013

Asvi Warman Adam: Soekarno & Soeharto Juga Blusukan, Tapi Beda Caranya


Asvi Warman Adam


Jakarta - - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan kunjungan mendadak alias blusukan ke kampung nelayan di Tangerang, Banten, Jumat (4/1) lalu. Blusukan itu menjadi perbincangan hangat. Yang menjadi ramai, blusukan itu banyak dibandingkan dengan gaya Jokowi, Gubernur DKI Jakarta. Tapi seperti disampaikan sejumlah staf SBY, blusukan presiden sudah sejak lama dilakukan.
Tradisi blusukan nyatanya bukan saja baru dilakukan oleh Presiden SBY, apalagi Jokowi. Tradisi menjumpai rakyat untuk mengetahui kondisi mereka secara diam-diam ternyata bukanlah hal aneh yang sudah dilakukan presiden Indonesia sebelumnya.
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan para pemimpin Indonesia, Soekarno dan Soeharto juga sudah melakukan blusukan saat mereka menjabat sebagai presiden di negara ini. Namun cara dan bentuk incognito alias blusukan yang dilakukan keduanya berbeda.
Berikut petikan wawancara singkat detikcom dengan Asvi Warman Adam, Senin (7/1/2013).
Apa yang Anda ketahui tentang blusukan yang dilakukan Presiden Soekarno?
Waktu Soekarno, itu nggak ada blusukan khusus. Kenapa, karena Soekarno memilih setiap tanggal 17 Agustus untuk berpidato langsung di depan rakyat. Sering dihadiri oleh ribuan hingga puluhan ribu masyarakat. Tapi Soeharto menghilangkan itu saat jadi presiden. Soeharto memindahkan dan melakukan pidato itu dimajukan tanggal 16 Agustus dan di depan anggota DPR. Soeharto karena menganggap DPR sudah mewakili rakyat. Sehingga pertemuan langsung dengan rakyat tidak ada lagi. Soekarno sudah melakukan itu sejak tahun 1945.
Apakah itu menunjukkan Soekarno dekat dengan rakyat?
Iya, sangat dekat. Dalam artian dia selalu memperhatikan rakyatnya dalam pidato-pidato dia. Apalagi Bung Karno selalu membawakan sesuatu dalam pidatonya tanpa teks. Setelah pidato, baru pidato dia direkam dan disalin dan jadi tertulis. Bukan sesuatu yang dipersiapkan. Seperti pidato 1 Juni, itu berasal langsung dari pemikirannya.
Soekarno sudah dekat dengan rakyat sejak dia mendirikan Parti Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927, satu tahun sebelum Sumpah Pemuda. Makanya dia tidak datang ke situ (Sumpah Pemuda) karena sibuk dengan partainya, dia berkunjung ke daerah-daerah untuk menemui rakyat. Jadi dia sudah dekat dengan rakyat sejak tahun 1927. Setelah menjadi presiden pun Soekarno tetap melakukan kedekatan dengan rakyatnya. Terutama hingga tahun 1950-an, karena waktu itu belum ada protokoler pengawalan yang ketat. Penjagaan presiden hanya oleh Brimob, sehingga Soekarno lebih leluasa.
Namun setelah berbagai upaya pembunuhan terhadap dirinya, tahun 1960-an dibentuklah pasukan pengawal presiden, Cakrabirawa.
Adakah aksi blusukan khusus yang dilakukan Soekarno, seperti mengunjungi kampung dan menyamar?
Ada satu cerita dalam buku sejarah yang ditulis wartawan Belanda yang dekat dengan Bung Karno. Dia pernah cerita, dalam perjalanan Jakarta-Bogor, Soekarno pernah secara tiba-tiba memberhentikan rombongan. Waktu itu belum ada tol Jagorawi, masih melalui Jalan Raya Bogor. Tapi tidak seperti sekarang. Saat itu masih sepi.
Ditanya, untuk apa. Dia mau kencing. Karena itu dia hentikan rombongan. Dia tidak menyadari di sana banyak penduduk. Selesai kencing, penduduk di sana langsung mengerubungi Soekarno karena kaget ada presiden. Ya jadilah mereka ngobrol-ngobrol. Selesai ngobrol dengan penduduk, Soekarno kembali masuk mobil dan melanjutkan perjalanan. Aksi itu spontanitas saja.
Bahkan pernah juga dengan kostum biasa saja, setelah menjadi presiden. Ada cerita bahwa dia mau membeli buah-buahan saat perjalanan ke Bogor. Dia bilang dengan ajudannya. Terus Bung Karno tanya, ini mangga manis? Yang jualan terkejut, kok ini ada presiden. Jadi incognito-nya sering. Setelah dia tidak jadi lagi presiden juga masih melakukan. Meskipun saat itu menjadi tahanan kota atau tahanan rumah.
Bagaimana dengan Presiden Soeharto? Apakah ada cerita Soeharto kunjungan diam-diam ke daerah?
Sementara Soeharto, dia kan mempunyai lembaga yang disebut Kelompencapir (Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa, red). Itu lembaga yang disiapkan Harmoko (Menteri Penerangan era Soeharto,red). Jadi begitu Soeharto datang, sudah disiapkan semuanya, termasuk pertanyaannya. Sudah diperiksa Istana dulu. Itu yang dilakukan Orba.
Iya itu Soeharto lebih mendekati petani. Kan program Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun, red) yang dibuat Soeharto itu bidang pertanian. Tapi itu (pendekatan) dilakukan melalui kelompencapir.
Apa bedanya blusukan Soekarno dan Soeharto?
Yang dilakukan Soekarno terasa lebih natural. Contohnya seperti yang tadi itu, kedekatan Soekarno melalui pidato-pidato yang tanpa protokoler. Soekarno lebih spontanitas. Pernah mobil Soekarno mogok, dia dorong dengan pengawal-pengawalnya.
Sementara Soeharto, lebih diatur, lebih formal. Ada Kelompencapir yang disiapkan Harmoko. Kepopuleran Soeharto. Saya tidak pernah mendengar upaya pembunuhan terhadap Soeharto. Karena pengamanan yang begitu ketat, intel yang canggih. Jadi orang tidak mudah dekat dengan Soeharto. Kalaupun salaman dengan rakyat, saya tidak tahu bagaimana itu. Ya mungkin Soeharto melakukan blusukan, tapi rasanya berbeda dengan Soekarno. Bedanya seperti yang tadi saya bilang, seperti pidato 17 Agustus yang dilakukan Soekarno dengan Soeharto.
(rmd/nrl)
Sumber: news.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar